a

Visi & Misi

Visi & Misi

Visi Partai NasDem

Visi adalah ‘cita-cita’. Hanya saja, cita-cita biasanya digunakan sebagai istilah keseharian yang kurang pantas bila digunakan dalam institusi resmi. Untuk institusi seperti partai politik, maka penggunakan nomeklatur yang tepat adalah visi. Asal katanya dari Bahasa Inggris, vision yang berarti ‘konsep tentang masa depan yang dianggap ideal’ (Oxford Dictionary). Demikian juga dengan ‘misi’ berasal dari Bahasa Inggris (mission) berarti: “an important official job that a person or group of people is given to do” (Oxford Dictionary). Artinya, “sebuah pekerjaan resmi dan penting untuk dilakukan oleh seseorang atau kelompok.” Jadi dengan kata lain, visi merupakan impian besar sedangkan misi adalah rumusan langkah untuk mencapai impian tersebut.

Visi-misi ini, sebagaimana memang berlaku pada organisasi resmi pada umumnya, terdapat dalam Anggaran Dasar/Anggarat Rumah Tangga (AD/ART). Secara hierarkis, AD/ART merupakan peraturan tertinggi dalam organisasi, termasuk partai politik. AD/ART Partai NasDem (Bab XVIII Tata Urutan Aturan Partai Pasal 27) menyebutkan bahwa tata urutan aturan partai ini yang paling tertinggi adalah Anggaran Dasar (AD) kemudian Anggaran Rumah Tangga (ART), lalu disusul Peraturan Partai (PP), Keputusan Dewan Pimpinan Pusat, Instruksi Dewan Pimpinan Pusat, Keputusan Dewan Pimpinan Wilayah, dan Keputusan Dewan Pimpinan Daerah. Peraturan-peraturan partai di bawahnya harus sesuai atau tidak bertentangan dengan AD/ART. Ini artinya, semua kebijakan partai tidak boleh menyalahi visi dan misi. Karena visi dan misi ini adalah ‘inti’ dari AD/ART. Ia adalah ‘mesin dan kemudi’ sesungguhnya.

Sehebat apapun fasilitas dalam sebuah organisasi tetapi bila di dalamnya tidak ada ‘visi dan misi’, (atau ada namun tak diindahkan) maka organisasi itu ibarat kapal besar dengan fasilitas mewah tetapi tak tahu akan berlabuh ke mana sebab tidak ada mesin dan kemudinya. Kapal itu akan terombangambing oleh derasnya arus samudera. Demikian juga dengan organisasi (apapun bentuknya, termasuk partai politik). Partai politik yang tidak mengindahkan visi-misinya akan terombangambing oleh arus kepentingan yang bahkan berpotensi memecah tubuh partai itu sendiri. Dari itu kenapa Partai NasDem penting memperhatikan visi dan misinya untuk dijadikan sebagai landasan gerakannya.

Bunyi teks visi partai ini secara utuh adalah “Indonesia yang merdeka sebagai negara bangsa, berdaulat secara ekonomi, dan bermartabat dalam budaya.” Untuk dapat dipahami, teks visi tersebut perlu diterjemahkan secara kontekstual. Terdapat tiga kata kunci penting di sini: merdeka, kedaulatan ekonomi, dan martabat budaya.

Pertama, kata ‘merdeka’ itu dapat diterjemahkan menjadi freedom (‘merdeka dari’ atau ‘bebas dari’) dan liberty (‘merdeka untuk’ atau ‘bebas untuk’) sekaligus. Freedom tanpa liberty itu omong kosong. Begitupun sebaliknya. Contoh, suatu negara berhasil ‘merdeka dari’ penjajah. Freedom di sini terbukti berhasil diraih. Namun, setelah merdeka ternyata negara tersebut menerapkan sistem otoriterianisme yang memenjara kebebasan (liberty) warganya untuk berpendapat, bersikap, dan berekspresi. Sehingga, warganya tidak ‘bebas untuk’ berpendapat, bersikap, dan berekspresi. Liberty mereka terenggut. Lantas, apa arti kemerdekaan dari penjajah buat mereka? Keluar dari mulut singa (penjajah) masuk ke mulut harimau (otoriterianisme). Kondisi politik semacam ini yang tejadi pada era Orde Baru.

Demikian pula sebaliknya. Liberty tanpa freedom juga omong kosong. Contoh, rakyat di suatu negara diberikan kebebasan untuk berpendapat, bersikap, dan berekspresi sebebas-bebasnya.  Artinya, mereka berhasil memperoleh liberty. Namun ternyata kesempatan mereka berpendapat, bersikap, dan berekspresi sebebas-bebasnya dibatasi. Ruang untuk mengaktualisasikan diri itu telah dikuasai oleh segelintir orang. Di Indonesia, kondisi politik semacam ini terjadi di era sekarang, paska-Reformasi. UU dan semua peraturan menjamin hak dan kebebasan semua warga negara untuk duduk di kursi legislatif. Namun, untuk duduk di sana membutuhkan modal ekonomi besar. Sementara kesenjangan dan kemiskinan terus dibiarkan terjadi. Analogi menarik terkait ini seperti sebuah lomba balapan ‘yang aneh’. Siapapun bebas ikut kompetisi. Bebas menggunakan sirkuit dengan juri yang sama dan penilaian yang jujur. Tapi di antara para pembalap itu hanya tiga orang yang menggunakan motor cc 1000, lainnya menggunakan cc 75. Tentu apa yang dikatakan ‘bebas untuk’ (liberty) adalah omong kosong. Mana mungkin cc 75 dapat mengalahkan cc 1000: antara yang memiliki modal dan tidak. Ini terjadi karena sejatinya mereka terjajah. Kemerdekaan (freedom) mereka terenggut.

Kedua, kedaulatan ekonomi. Masalah kedaulatan ekonomi ini merupakan salah satu penyebab penting terhapusnya freedom dan liberty di atas. Kolonialisme Belanda dan Jepang berhasil merenggut kemerdekaan (freedom) Nusantara karena berhasil melumpuhkan kedaulatan ekonomi rakyatnya. Di era Reformasi ini, kebebasan bagi rakyat terkesan palsu (seperti contoh di atas) karena kedaulatan ekonomi mereka pun dilemahkan. Kata kuncinya adalah ‘hancurnya kedaulatan ekonomi rakyat’. Dengan demikian, ini sangat terkait dengan masalah kemiskinan dan kesenjangan. Jadi, visi Partai NasDem ingin menegakkan kedaulatan ekonomi ini dapat diterjemahkan dengan upayanya untuk secara serius memberantas kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Kedaulatan ekonomi rakyat bukan kedaulatan ekonomi segelintir orang. Kemajuan pembangunan sektor perekonomian  di Indonesia tanpa upaya meminimalisasi kesenjangan bagi Partai NasDem adalah usaha pembangunan yang kontra-produktif.

Ketiga, martabat kebudayaan. Visi ketiga Partai NasDem ini sangat berkaitan dengan kekayaan budaya Indonesia yang tidak terkelola dengan baik dan bahkan mulai hampir dilupakan oleh generasi mudanya. Di tengah gempuran globalisasi—dengan datangnya berbagai fasilitas-fasilitas digital yang menghubungkan satu bangsa dengan bangsa lain tanpa terikat batasan-batasan negara—banyak generasi bangsa kita mulai latah dan bahkan lebih membanggakan budaya bangsa lain. Kepercayaan diri sebagai bangsa Indonesia untuk mencintai budayanya hampir lenyap. Padahal, kekayaan budaya bangsa kita sangat besar. Kesadaran budaya ini di era sekarang merupakan hal yang urgen. Lenyapnya kesadaran tersebut merupakan masalah serius yang membutuhkan penanganan secara tepat, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah. NasDem sebagai partai politik—bila dilihat dari visi ketiga ini—hadir untuk turut terlibat memecahkan masalah tersebut.

Demikian tiga kata kunci dalam visi Partai NasDem. Bilamana partai kita yang tercinta ini memang serius ingin mewujudkan visi tersebut berarti ke depan kita harus melakukan terobosan-terobosan baru untuk merealisasikannya dengan kerja-kerja politik yang terukur—baik di pemerintahan (eksekutif) di fraksi (legislatif), maupun di masyarakat (konstituen).

Misi Partai Nasdem

Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan langkah-langkah. Gambaran langkah-langkah itu adalah apa yang disebut dengan ‘misi’. Dari tiga misi yang tertuang dalam AD/ART, terdapat tiga poin penting. Pertama, sistem politik yang demokratis dan berkeadilan. Kedua, sistem ekonomi yang demokratis. Ketiga, gotong royong sebagai budaya. Supaya mempermudah kader untuk melakukan ‘aksi’ berdasarkan lima isu dalam ‘misi’ itu, buku Pedoman Dasar Kader ini memberikan contoh lembar kerja dalam tabel berikut:

Dalam tabel di atas diberikan contoh lembar kerja. Pada misi ‘sistem politik yang demokratis dan berkeadilan’, tentukan dulu masalah yang terjadi. Terdapat empat masalah demokrasi: oligarki, politik uang, KKN, dan ketidakpercayaan publik terhadap institusi partai politik. Untuk menyelesaikan empat masalah tersebut, apa langkah DPP, DPW, DPD, hingga DPC dan DPRt? Apa yang coba digambarkan dalam Pedoman Dasar Kader ini—yang telah dicantumkan dalam ketiga kolom aksi di atas—adalah contoh bagaimana seharusnya struktur bergerak. DPP, DPW/DPD, dan DPC/DPRt harus memiliki fokus atau cakupan gerakan yang berbeda. Prinsipnya, apa yang dilakukan DPP adalah untuk dan dalam konteks kedikenalan—supaya partai dikenal. Apa yang dilakukan DPW dan DPD adalah untuk kedisukaan. Dan, apa yang dilakukan DPC/DPRt adalah untuk kedipilihan, karena basis suara sebenarnya berada di tingkat DPC/DPRt.