a

Guru Bangsa itu Bernama HOS Tjokroaminoto

Guru Bangsa itu Bernama HOS Tjokroaminoto

JAKARTA (14 Maret): Keteladanan dan visi seorang Raden Mas Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto dikupas secara mendalam dan holistik dalam kegiatan Bedah Film Guru Bangsa Tjokroaminoto di Panglima Itam Library of NasDem, baru-baru ini.

Film yang disutradarai Garin Nugroho itu makin memikat publik dengan kepiawaian Reza Rahadian berperan sebagai HOS Tjokroaminoto. Film tersebut menceritakan babak baru Hindia Belanda.

Pada kegiatan Bedah Film Guru Bangsa Tjokroaminoto itu hadir Ketua Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik sekaligus Tim Perpustakaan Panglima Itam, Ahmad Baidhowi AR. Hadir pula Ketua Bidang Pemilih Pemula dan Milenial, Lathifa Al Anshori serta para delegasi sayap dan badan Partai NasDem.

Film itu mengalir sederhana tentang Tjokroaminoto yang terlahir dari kaum bangsawan Jawa. Tjokroaminoto kecil melihat penderitaan pekerja-pekerja perkebunan kapas yang dianiaya oleh mandor-mandor Belanda dan merasa miris sekaligus geram.

Sebagai nama besar dalam pergerakan nasional negeri ini Tjokroaminoto memang dikenal punya kepedulian terhadap kaum lemah. Dia sangat peka dengan nasib masyarakat tak mampu. Kesadaran itu dipungutnya dari pengalaman sehari-hari.

Kala itu masyarakat kita hidup dalam kondisi kemiskinan dan kebodohan lantaran belum mengenal pendidikan, serta situasi politik yang tidak stabil. Dalam tekanan itu, mereka dipaksa menaati gerakan Politik Etis yang dikerjakan oleh pemerintah Belanda.

Maka Tjokroaminoto pun menjadi guru beberapa pemuda yang kelak menjadi tokoh-tokoh besar Indonesia dengan berbagai ideologi berbeda seperti Soekarno, Kartosuwiryo. Begitu juga Alimin, Musso hingga Tan Malaka.

Sebagai seorang yang memiliki jiwa pemimpin, Tjokroaminoto tidak mempermasalahkan adanya perbedaan paham atau idealisme, bahkan yang diyakini oleh murid-muridnya.

Tjokroaminoto juga memiliki sifat yang sangat adil dan bijaksana. Loyalitasnya pada masyarakat dan negara membuatnya terpisah beberapa waktu dengan istri dan anaknya, seperti yang diceritakan di dalam film tersebut. Terbukti di saat istrinya sedang sakit keras, beliau tetap fokus pada organisasinya.

Sifat visioner yang dimilikinya mampu membuatnya berpikir jauh ke depan, bahwasanya zaman akan terus berubah dan berevolusi, dan zaman itu akan membutuhkan sosok pemimpin yang tepat, sehingga beliau tidak pernah memaksakan pengikutnya untuk mengikuti pahamnya, selama tidak ada kekerasan.

Tjokroaminoto sangat peduli dengan keadaan Hindia Belanda yang kala itu sangat tidak demokratis dan seolah-olah dijajah di tanah kelahirannya sendiri oleh Bangsa Belanda.

Meski lahir dan besar dalam ruang lingkup keluarga kaya dan terpandang, Tjokroaminoto dengan segenap hati membantu masyarakat yang lemah.

Untuk mewujudkan persamaan golongan dan revolusi ke arah yang lebih baik bagi masyarakat, Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam (SI) yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam (SDI) dan terpilih menjadi ketua.

Organisasi itu dia bentuk untuk memberi kesadaran pada masyarakat, serta meningkatkan harkat dan martabat secara bersamaan. Di bawah kendali Tjokroaminoto, SI menjadi sangat kuat dan berdampak pada Hindia Belanda saat itu.

SI terus berkembang pesat dibuktikan dengan jumlahnya meningkat dua puluh kali lipat dari jumlah anggota pada masa awal pendirian SI. Tidak hanya dari segi jumlah, pidato-pidato Tjokroaminoto juga terbukti dapat menumbuhkan pergerakan di masyarakat.

Tjokroaminoto banyak menyuarakan tentang kesetaraan antara pemerintah Hindia Belanda, priyayi, dan masyarakat kecil. Sebab besarnya pengaruh Tjokroaminoto di tengah masyarakat itulah, pemerintah Belanda menjulukinya Raja Jawa Tanpa Mahkota.

Kemudian bersama Agus Salim dari Sumatera Barat, Tjokroaminoto terus berjuang melalui wadah SI. Sementara itu, beberapa anggota SI dan murid Tjokroaminoto seperti Semaoen, Muso, Alimin, dan Darsono memilih keluar dari SI yang dipimpin Tjokro dan membuat SI Merah dengan ideologi berbeda.

Perpecahan dalam tubuh SI itu dipicu oleh pengaruh orang buangan dari Belanda yang amat mengagumi ideologi kiri, Sneevilt. Akhirnya, film diakhiri dengan dipenjaranya Tjokroaminoto karena dituduh terlibat dalam aksi pemberontakan berbagai daerah dan pemicu bagi pergerakan masyarakat.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem melalui Panglima Itam Library of NasDem memang rutin menggelar kegiatan Diskusi Buku, Bedah Film dan Stadium General setiap bulannya dalam rangka meningkatkan wawasan masyarakat, khususnya kader Partai NasDem dan memperkuat jiwa patriotisme.

Sejumlah buku dan film terkait politik serta kehidupan berbangsa-bernegara akan menjadi topik pembahasan. Program tersebut didesain sebagai salah satu cara melibatkan publik dari segala unsur masyarakat dan lembaga untuk mengontribusi gagasan dalam rangka pembangunan demokrasi di Indonesia.

Secara umum program tersebut bertujuan menggali nilai-nilai politik dan pengalaman baik (best practices) dalam hal desain kebijakan publik, kepemimpinan, pendidikan, dan keteladanan hidup yang bisa dijadikan sebagai paradigma dalam memahami realitas politik Indonesia saat ini. (RAH/WH)

Comments

  • March 18, 2023

    Guru, pahlawan tanpa tanda jasa. Semangat terus untuk profesi guru demi mencerdaskan bangsa.

    Reply

Add Comment