Revisi UU Kepariwisataan Harus Harmonisasikan Manusia, Alam dan Teknologi
JAKARTA (8 Februari): Revisi UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan harus bisa menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan inovasi teknologi. Jika aspek tersebut tidak dipertimbangkan, dikhawatirkan hasil revisi UU itu nantinya melahirkan regulasi yang tidak mendukung percepatan revitalisasi pariwisata Indonesia.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru mengemukakan itu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI dengan para pakar branding pariwisata di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2).
“Menurut saya, memang (revisi) undang-undang ini sifatnya harus sangat visioner karena perubahan yang kita alami ini cepat. Sehingga, perlu ada sejumlah batasan yang diatur. Teknologi dan manusia bisa tetap harmoni dan berjalan bersama tanpa harus ada yang merasa dirugikan,” ungkap Ratih.
Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Barat itu menekankan, revisi undang-undang bukan sebuah ancaman. Melainkan, bukti kemauan bangsa Indonesia untuk beradaptasi dengan inovasi teknologi agar potensi besar pariwisata Indonesia terbuka. Oleh karena itu, sebagai undang-undang yang dianggap visioner, elemen manusia, alam, dan inovasi teknologi harus dibuat selaras menuju tujuan yang sama.
“Yang perlu kita pertimbangkan, sebenarnya sejauh mana nantinya kita harus menyiapkan regulasi dan perundangan yang memang memberikan batasan-batasan, sehingga memang nanti tercipta harmoni antara mesin komputerisasi dan AI (artificial intelligence-kecerdasan buatan) dengan kehidupan kita. Jadi, saat membuat undang-undang ini, (pihak-pihak yang terdampak oleh undang-undang tersebut) tidak merasa terancam,” pungkas Ratih.
(dpr.go.id/*)