NasDem Minta Polri Usut Tuntas Perubahan Putusan MK
JAKARTA (3 Februari): Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni meminta Polri mengusut laporan terhadap sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan perubahan putusan MK. Ia menduga ada oknum yang ‘bermain’ terhadap perubahan frasa dalam putusan MK itu.
“Saya kira kasus ini memang harus diproses dan diusut. Pasti ada oknum yang bermain,” kata Sahroni dalam keterangannya, Kamis (2/2).
Legislator NasDem itu menegaskan bahwa perubahan kata menjadi sangat penting dalam putusan MK. Ia menduga hal ini sudah dilakukan berulang kali.
“Bukan satu atau dua kali terjadi pengubahan satu kata penting di dokumen penting negara. Ini jelas lahan jual beli,” tandasnya.
Baca juga: Sahroni Kawal Kasus Pemerkosaan Siswi SMA di Lahat
Legislator NasDem dari Dapil DKI Jakarta III (Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu) itu berharap dugaan perubahan frasa putusan itu diusut polisi secara terang-benderang. Ia juga meminta MK proaktif membantu polisi dalam kasus tersebut.
“Dugaan pemalsuan biar diproses dahulu oleh kepolisian agar terang-benderang. Saya rasa MK juga harus proaktif membantu polisi membuka kasus ini demi nama baik institusi,” ujarnya.
Sahroni juga akan mengusulkan ke Komisi III DPR RI untuk menjadwalkan rapat Komisi III DPR dengan MK untuk kejelasan masalah tersebut.
“Kita jadwalkan undang rapat sama MK masa sidang yang berikut,” tuturnya.
Sembilan hakim MK dilaporkan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak ke Polda Metro Jaya pada Rabu (1/2). Pelaporan tersebut terkait perubahan frasa dalam putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
Dalam salinan putusan tersebut, ada satu frasa yang berbeda dari yang dipublish di website MK dengan putusan yang dibacakan hakim konstitusi pada sidang 23 November 2022, yakni pada kalimat ‘dengan demikian’ diubah menjadi ‘ke depan’. Selain sembilan hakim konstitusi, turut dilaporkan satu panitera dan satu panitera pengganti.
Putusan yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra pada halaman 51 di antaranya berbunyi: “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK… dan seterusnya.” Namun, salinan putusan yang dimuat pada situs MK tidak sesuai dengan yang dibacakan. Frasa ‘dengan demikian’ berubah menjadi ‘ke depan’.
Uji materi UU No.7/2020 tersebut terkait pencopotan hakim konstitusi Aswanto oleh DPR pada 29 September. DPR menganggap Aswanto kerap menganulir UU produk Dewan. Aswanto kemudian digantikan Guntur Hamzah, mantan Sekjen MK.(dis/*)