a

Gobel Minta Indonesia Belajar Teknologi Kedokteran Iran

Gobel Minta Indonesia Belajar Teknologi Kedokteran Iran

TEHERAN (8 Mei): Wakil Ketua DPR RI Koodinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel, melakukan kunjungan muhibah ke Teheran, Iran. Salah satu agendanya adalah mengadakan pertemuan dengan sebuah perusahaan teknologi kedokteran, Meditech.

“Akibat tekanan embargo yang panjang, Iran telah mampu mengembangkan sendiri beragam teknologi. Salah satunya teknologi kedokteran. Kita bisa belajar dari Iran dalam membangun kemandirian teknologi ini. Bangsa yang maju adalah bangsa yang bisa mandiri dalam sejumlah hal mendasar,” ungkap Rachmad Gobel di Teheran, Sabtu (7/5). 

Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu didampingi Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VI DPR Faisol Reza, Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung, anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan, Fauzi Amro, dan Charles Meikyansyah. Selain itu, ada perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Musfid Gunawan (Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas) dan Mirza Mahendra (Direktur Teknik dan Lingkungan), serta Andi Rizaldi, staf ahli Menteri Perindustrian. Ikut mendampingi Duta Besar Indonesia untuk Iran, Ronny Prasetyo Yuliantoro.

Gobel memimpin delegasi DPR untuk muhibah ke Teheran, Iran bertemu dengan jajaran pimpinan Meditech, yang dipimpin chief executive officer (CEO) nya, Khalil Torkan.

Dalam presentasinya, Khalil menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Indonesia, yaitu dengan Kementerian Kesehatan, Indofarma, RS Hasan Sadikin Bandung, dan RS Sardjito Yogyakarta. Menurutnya, Meditech mengembangkan enam bidang teknologi kedokteran, yaitu teknologi kedokteran jantung, implant tulang belakang, neurologi, medical imaging and endo surgery, operating room equipment, dan smart solutions and modular operating theatre. Salah satu produk andalannya adalah alat yang disebut Sadra A15, sebuah perangkat telemedicine yang misalnya diletakkan di sebuah puskesmas terpencil namun dokter spesialisnya ada di Jakarta.

“Teknologi ini cocok untuk Indonesia yang negaranya kepulauan namun dokter spesialisnya terbatas dan hanya ada di kota-kota besar. Ini sangat bermanfaat, misalnya, untuk mengurangi tingkat kematian ibu hamil,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut Gobel juga mengatakan, kunjungannya ke Iran merupakan tindak lanjut hasil pertemuannya dengan delegasi parlemen Iran saat pertemuan Inter Parliamentary Union (IPU) di Bali pada Maret 2022 lalu. Saat itu, delegasi parlemen Iran mengundangnya untuk berkunjung ke Iran.

“Jadi muhibah ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan tersebut,” katanya.

Sebagai orang yang menempuh pendidikan di Jepang, Gobel mengakui bahwa kiblat teknologinya adalah Jepang. Karena kiblat teknologi Jepang adalah Jerman, katanya, maka ia pun memiliki pandangan yang sama.

“Namun sebetulnya ada yang lebih inti dari semua itu. Kita ingin mempelajari mengapa sebuah bangsa bisa maju dan bisa mandiri. Di Jepang ada filosofi monozukuri dan hitozukuri, yaitu membuat produk dan membangun sumberdaya manusia. Jadi sebelum monozukuri, harus melakukan hitozukuri. Jadi yang utama adalah membangun sumberdaya manusianya terlebih dahulu. Nah kita bisa belajar dari banyak bangsa tentang pembangunan sumberdaya manusia tersebut,” terangnya.

Harus diakui, kata Gobel, Iran adalah bangsa yang berhasil membangun kemandirian teknologinya akibat terkena embargo dunia.

“Salah satu yang berhasil mereka kembangkan adalah teknologi kesehatan dan teknologi kedokteran. Mereka bahkan sudah melakukan ekspor ke sejumlah negara maju, bukan hanya ke Indonesia. Sedangkan Indonesia justru masih dominan impor untuk alat kesehatan maupun obat-obatan. Iran menawarkan kerja sama agar Indonesia juga bisa memproduksi teknologi kedokteran ini di Indonesia,” katanya.

Menurut Gobel, salah satu faktor lahirnya UU Cipta Kerja adalah agar Indonesia bisa mandiri dalam mengembangkan industri.

“Tawaran Iran ini tentu menarik. Karena jangan sampai investasi yang masuk ke Indonesia hanya investasi yang tidak banyak memberikan nilai tambah. Kita butuh investasi yang padat modal dan padat teknologi. Salah satunya di bidang teknologi kedokteran ini,” katanya.

Gobel menegaskan, masa depan dunia akan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu masalah pangan dan masalah kesehatan.

“Akibat perubahan iklim dan juga politik global, saat ini dunia sedang menghadapi gejolak pangan. Dunia juga masih dihantam badai virus corona. Jadi Indonesia harus bisa mandiri dalam dua hal tersebut,” katanya.

Pada kesempatan itu, Gobel kembali mengingatkan pentingnya mendahulukan diplomasi heart to heart dan people to people, bukan mengutamakan diplomasi pocket to pocket.

“Hati itu jauh lebih dalam daripada harta,” katanya.

(Nasihin/*)

Add Comment