a

Berani Tanggung Jawab

Berani Tanggung Jawab

Oleh Dr Muchtar Luthfi A Mutty, MSi 

DI Gedung KPK tergantung spanduk dengan tulisan besar; BERANI JUJUR HEBAT. 

Jujur dan tanggung jawab ibarat dua sisi dari selembar mata uang. Pejabat publik dituntut memiliki keduanya. 

Tahun 2011 silam, Menteri Ekonomi Korsel Choi Joong Kyung mundur karena listrik padam sekitar 1 jam. Sebanyak 2,1 juta rumah menderita kegelapan, 2.900 orang terjebak di lift. Industri berhenti beroperasi dan berbagai dampak lainnya.

Hal yang sama terjadi di Taiwan. Pada tahun 2017 listrik padam. Hampir seluruh Taiwan terkena dampak pemadaman. Presiden Taiwan langsung menyampaikan permohonan maaf. Menteri Ekonomi Lee Chih Kung, mundur. 

Kejadian di Korsel dan di Taiwan adalah contoh bahwa pejabat publik tidak sekadar bertanggung jawab secara hukum, tetapi juga secara moral atas jabatan publik yang diembannya.

Secara tiba-tiba listrik padam di wilayah Jakarta, Banten, Jabar dan Jateng pada hari Minggu tanggal 4 Agustus 2019. Pemadaman listrik itu berlangsung sekitar 4 jam. Bahkan di beberapa bagian wilayah tersebut ada yang padam hingga subuh. Hari Senin (5/8) pemadaman kembali terjadi.

Penyebab padamnya listrik belum jelas. Direktur Utama PLN hanya mengatakan pemadaman itu bukan karena sabotase. Dampak kejadian juga belum diketahui. Seperti, berapa orang yang terjebak di dalam lift. Berapa banyak yang terkurung dalam MRT di kedalaman 30 meter. Berapa kerugian ekonomi secara keseluruhan belum lagi diketahui. Yang lebih penting lagi, hingga saat ini belum terdengar ada pejabat yang berani tampil dan mengaku paling bertanggung jawab atas "musibah" itu. 

Listrik adalah kepentingan publik yang sangat mendasar. Maka pejabat yang mengelola urusan listrik dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. 

Bangsa kita belum terbiasa dengan budaya mundur sebagai wujud tanggung jawab. Sepanjang pengetahuan saya, baru satu orang pejabat yang mundur karena tanggung jawab. Yakni Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Djoko Sasono. Dia mundur karena merasa paling bertanggung jawab atas kemacetan parah di jalan tol Cikarang- Cikampek menjelang tahun baru 2015. Kemacetan itu lebih parah dari saat mudik Idul Fitri 2015. Ruas yang biasanya ditempuh 45 menit hingga 1 jam, kali ini mencapai 9 jam. 

Nampaknya budaya mundur sebagai wujud tanggung jawab sudah saatnya ditumbuhkan. Pejabat yang mengangkat pejabat pada bidang yang bermasalah harus memberhentikan si pejabat. Atau mungkin masyarakat perlu mendesak pejabat yang paling bertanggung jawab untuk mundur dari jabatannya. Si pejabat boleh saja  merasa tidak bersalah secara hukum. Karena memang tidak melanggar hukum. Tetapi secara moral dia harus bertanggung jawab. Wujud tanggung jawab itu adalah mundur.*

Dr Muchtar Luthfi A Mutty, MSi ; Anggota DPR RI Fraksi NasDem

Add Comment