a

Di antara Puing dan Banjir Rob

Di antara Puing dan Banjir Rob

SORE itu sebelum bencana gempa besar datang dengan kekuatan 7,4 Skala Richter (SR), 28 September, Kecamatan ini terbilang salah satu yang tumbuh baik di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.   Sumber penghidupan warganya sebagian besar dari hasil pertanian dan perikanan laut. Kecamatan Sirenja adalah kecamatan agraris. 

Dalam waktu sekejap wilayah ini  porak poranda. Terparah ada di Desa Tanjung Padang, Tompe dan Lende Ntovea. Parah karena tiga desa itu kini jadi terendam banjir rob.  Sementara di desa lainnya rumah warga rusak terpapar gempa. 

Sore itu sebelum gempa dan tsunami meratakan permukiman, warga sudah waspada karena pusat gempa sebelumnya berada di wilayah ini dengan kekuatan magnitude  5,3 SR.  Makanya tidak banyak korban jiwa. Tercatat 10 orang warga meninggal akibat terimpit reruntuhan bangunan. Lima orang meninggal di Desa Lende Ntovea, tiga orang di Desa Sipi dan dua orang di Desa Tanjung Padang. 

Saat gempa besar datang disertai dentuman letusan di sekitar pantai, seketika itu juga sebagian warga yang masih berada di rumah secepat kemampuan mereka lari meninggalkan rumah.  Sebelumnya, sebagian besar warga terutama perempuan, orang tua dan anak sudah mengungsi saat gempa pertama terjadi.

 

Akibat gempa dan tsunami tidak banyak yang disisakan. Permukiman padat dan ramai dengan aktivitas kenelayanan warganya tinggal puing.  Satu bulan lebih pasca tanggal 28 Oktober, tetap masih seperti sama pemandangannya sesaat setelah bencana besar Jumat jelang magrib itu.

 Kini, hanya puing yang nampak dipungut para pemilik rumah, sembari mengangkut sisa puing rumah yang masih bisa dimanfaatkan, terutama yang dapat digunakan mendirikan pondok darurat sementara.  Karena memang faktanya hanya sebagian yang mendapat bantuan tenda. 

Tenda hanya berguna di masa-masa kritis. Sesudahnya tidak baik untuk kesehatan jika dalam waktu lama hidup di tenda dengan beralaskan  tanah. 

Namun berbeda dengan warga korban daerah lainnya, warga pesisir pantai Sirenja kini mau tak mau harus  "bersahabat" dengan masalah bawaan baru pasca bencana gempa dan tsunami, banjir rob. 

Rob tiap hari menerjang dan menggenangi Dusun 1 dan 3 Desa Tompe, Dusun 1, 2 dan 3 Desa Tanjung Padang dan Dusun 1, 2 dan 3 Desa Lende Ntovea. 

Di tiga desa tersebut sebanyak 773 Kepala Keluarga (KK) tidak lagi memiliki rumah tinggal. Masing-masing 342 KK di Desa Tanjung Padang, 174 KK di Desa Lende Ntovea dan 275 KK di Desa Tompe. Kini, sebagian mereka hidup di tenda pengungsian, sebagian lagi berinisiatif secara swadaya membangun hunian sementara (Huntara) dari sisa puing bangunan rumah yang bisa dimanfaatkan. 

Kami harus bangkit, menunggu Huntara dari pemerintah sampai kapan belum ada kejelasan. Tidak mungkin kami terus menerus tidur di tenda seadanya. Sudah tidak layak lagi karena malam hari pasti air laut naik menggenangi lapangan dan tenda pengungsian. 

"Lapangan bola Desa Tompe dijadikan tempat Huntara versi warga," ujar Riswan. 

Namun, menurutnya, akibat genangan air laut dan hujan di lokasi pengungsian ini bisa jadi sumber penyakit seperti malaria dan penyakit lainnya.  Sehingga tugas bersama selanjutnya bersama warga dihimbau jaga lingkungan sekitar, terutama masalah sampah dan limbah lainnya. 

Tasrifin Rajamusu, tokoh masyakat, menyarankan pemerintah daerah perlu segera memutuskan soal lokasi hunian ratusan KK yang tidak punya rumah. Kini muka air laut naik, sekitar 150 meter pesisir daratan di Desa Tompe hilang.  Ada beberapa lokasi yang bisa dipilih. Asal tidak jauh dari pantai yang penting aman dihuni. 

"Ya, jangan jauhkan nelayan dari laut karena sandaran hidup kami hanya di laut," ungkap Tasrifin. 

Ia melanjutkan, apalagi tidak lama lagi datang angin barat, bulan November-Desember. Hal demikian butuh perhatian sejak dini. Pada saat itu air laut akan naik tinggi sampai jauh ke wilayah daratan. 

Jadi yang perlu disegerakan tata hunian warga dan penuhi alat produksi nelayan, agar bisa kembali beraktivitas seperti semula.

(Muhammad Masykur, Ketua Fraksi NasDem DPRD Sulteng)

Add Comment