a

Emmy Hafild pun Berlabuh di NasDem

Emmy Hafild pun Berlabuh di NasDem

LEBIH dari separuh usianya dihabiskan untuk berjuang mengurusi lingkungan hidup di negeri yang dicintainya, Indonesia. Di usianya yang kini telah menginjak 59 tahun, Emmy Hafild memutuskan berjuang, masuk ke dalam sistem dan berlabuh ke Partai NasDem.

"Semoga di usia saya yang tidak muda lagi, Tuhan tetap izinkan saya untuk bisa meneruskan mimpi saya menjadikan Indonesia ke depan jauh lebih baik, khususnya di bidang lingkungan, kemaritiman dan pertanian," katanya.

Perjalanannya berjuang di bidang yang digelutinya teramat panjang dan penuh lika-liku. Terakhir saat Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) digelar di Jakarta, ia berjuang melawan ketidakadilan dengan menjadi juru bicara Tim Sukses Badja (Basuki-Djarot).

Ketika masa kampanye Pilkada DKI digelar, sebagai juru bicara, Emmy Hafild rajin ke Media Center Badja di Jl Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, berbicara apa pun kepada media tentang ketidakadilan yang memang layak disuarakan.

Tak cukup berbicara. Ia pun kerap mengungkapkan kegalauannya tentang Indonesia, politik dan lingkungan melalui tulisan dan tersebar ke mana-mana.

"Semua itu, secara pribadi telah membuat saya semakin dikenal banyak orang. Tapi, apalah popularitas jika apa yang saya suarakan dan perjuangkan tidak terealisasi," ujar Emmy.

Dalam suasana seperti itu, ia kemudian ingat nasihat wartawan senior Aristides Katoppo. Lebih dari 15 tahun lalu, Aristides pernah menyarankan Emmy Hafild agar terjun ke dunia politik agar ia bisa leluasa berjuang dan menyuarakan kepentingan masyarakat. "Kamu sebaiknya masuk ke dalam sistem," ujar Aristides ketika itu.

Emmy tak menggubris saran sahabatnya itu. Ia baru tersadar bahwa masuk ke dalam sistem (politik) dan menjadi anggota DPR misalnya menjadi penting ketika salah seorang pimpinan Partai NasDem, Rerie Lestari Moerdijat, mengajaknya bergabung ke NasDem.

"Tanpa pikir panjang ajakan itu saya penuhi. Inilah keputusan tercepat saya ketika ada yang mengajak bergabung ke partai. Banyak teman yang sebelumnya menawari saya agar bergabung ke partai mereka, tapi tidak pernah saya respons. Namun, begitu saya ditawari ke NasDem, saya langsung terima," kata mantan Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara ini.

Banyak sebab mengapa NasDem menjadi tempat berlabuh atau pilihan bagi Emmy  untuk berjuang.  "Buat saya, dari sekian banyak partai, NasDem-lah yang paling terbaik saat ini. Ini partai yang serius dalam menjaga NKRI. Visinya berjangka panjang. NasDem konsisten mengangkat isu restorasi. Dia juga konsisten dan konsekuen dalam menegakkan prinsip, termasuk jika ada anggotanya yang korupsi," ujar perempuan yang mendapat gelar master dalam bidang ilmu lingkungan dari Universitas Wisconsin, AS, tahun 1994 ini.

Penegakan prinsip itu, menurut Emmy, benar-benar telah dipraktikkan Partai NasDem. Ketika ada salah seorang pengurus partai yang terlibat korupsi, meski belum ada keputusan pengadilan, NasDem langsung memecatnya, padahal yang bersangkutan adalah salah seorang pendiri partai. "Inilah yang menjadi trigger saya, sehingga saya langsung bergabung ke NasDem setelah Ibu Rerie mengajak saya berpartai," tegasnya.

Begitu bergabung ke partai pengusung restorasi ini, Emmy Hafild yang bernama lengkap Nurul Almy Hafild ini, langsung dipercaya menjabat sebagai Ketua DPP Partai NasDem yang membidangi pertanian dan maritim.

Partai rupanya sangat paham dan apresiatif dengan kompetensi yang dimiliki Emmy. Kepercayaan yang diberikan partai sangat pas dengan misi yang selama ini diperjuangkan Emmy di luar sistem.

Konsistensi yang sampai sekarang ini dimiliki Indonesia, katanya, adalah kemiskinan; jurang kemiskinan antara perdesaan dan perkotaan sangat lebar. "Yang paling miskin adalah petani dan nelayan," ujar Emmy.

Tidak ada kata terlambat bagi Emmy untuk melanjutkan perjuangan. Pada Pemilu Legislatif 2019 mendatang ia mencalonkan diri sebagai anggota DPR untuk Daerah Pemilihan I Nusa Tenggara Timur (NTT) yang antara lain meliputi Flores.

Lho, kok NTT (Flores) padahal dia kelahiran Sumatera Utara? "Saya cinta Flores. Labuhan Bajo sangat indah. Flores adalah rumah kedua saya," katanya.

Cintanya kepada NTT tak bisa diragukan lagi. Dia adalah salah seorang perempuan aktivis lingkungan di negeri ini yang rajin mengampanyekan objek wisata Komodo.

Emmy Hafild  lahir di Pertumbukan, Sumatera Utara, 3 April 1958. Ia anak seorang pegawai perkebunan sekaligus pendukung Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Saat itu PSII dianggap sebagai partai terlarang oleh rezim Orde Baru.

Sejak muda ia sudah peduli dengan lingkungan. Tak henti-hentinya ia mengajak semua pihak untuk peduli akan lingkungan sekitar. Lebih dari separuh usianya ia dedikasikan di dunia lingkungan hidup. Ia tercatat pernah aktif di  Yayasan Indonesia Hijau, Walhi, hingga Greenpeace.

Saat SMA, ia dan keluarganya pindah ke Jakarta. Setamat dari SMA,  Emmy  memilih untuk berkuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan agronomi. Di kampus, ia dan sejumlah mahasiwa lainnya aktif dalam berbagai rangkaian demonstrasi menentang rezim Orde Baru yang otoriter.

Saat masih menjadi mahasiwa di IPB, ia sudah bergabung dengan organisasi di luar kampus, Yayasan Indonesia Hijau. Begitu lulus dari IPB, Emmy memutuskan untuk  terjun total di Yayasan Indonesia Hijau  karena di organisasi ini cara bekerjanya sangat cocok dengan hobinya, yaitu kerja lapangan. Dua tahun ia menjabat sebagai koordinator lapangan Yayasan Indonesia Hijau.

Ia lalu masuk ke Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan  menjadi Direktur Walhi selama dua periode. Pada tahun 1998 saat masih  aktif di Walhi, ia terlibat dalam pembentukan gabungan LSM antikorupsi.

Emmy tidak saja beraktivitas di kawasan Indonesia, tapi juga aktif di Greenpeace Asia Tenggara. Atas kegigihannya dalam dunia lingkungan, Emmy pernah mendapat penghargaan dari Majalah Time sebagai Hero of The Planet karena keberaniannya mengkritik  Freeport soal penambangan di Irian Jaya.

Bersama Prof Saparinah Sadli, ia juga aktif melawan ketidakadilan dan radikalisme lewat organisasi Perempuan Peduli Kota Jakarta.

Emmy Hafild akan terus berjuang melawan ketidakadilan, radikalisme, kebodohan, dan kemiskinan tidak lagi dari luar yang cuma melambungkan namanya, tapi melalui sistem politik, Partai NasDem.

NasDem jadi tumpuan harapan untuk menjadikan Indonesia semakin maju, sejahtera dan berkeadilan. "Saya senang bergabung di partai ini karena kapan pun bisa bertemu dengan ketua umum partai dan saya pun diberi kebebasan mengkritisi kinerja pemerintah," kata Ketua Lingkar Perempuan Nusantara ini.[]

Add Comment